Aksi hadang dan blokir kendaraan angkutan di Pelabuhan
Teluk Bayur mewarnai aksi mogok buruh bongkar muat pelabuhan, Selasa (7/5).
Akibatnya, aktivitas di pelabuhan yang dibangun tahun 1883 lalu itu, nyaris
lumpuh karena aksi yang berlangsung sejak pukul 08.00 WIB, baru usai pukul
14.00 WIB.
Puluhan buruh yang melakukan aksi penghadangan itu
menuntut pembayaran upah mereka yang belum dibayarkan sejak tiga bulan lalu
oleh pihak Pelindo II dan perusahaan bongkar muat lainnya untuk terminal CPO
dan peti kemas.
“Sudah tiga bulan belakang, upah kami yang bekerja di
dua terminal itu tidak dibayar,” ungkap Iwan, salah satu buruh pada aksi
itu.
Sebelumnya, aku Iwan, mereka sudah meminta haknya untuk
dibayarkan. Namun, karena tak kunjung direalisasikan, akhirnya mereka
menggelar demo, sebagai langkah spontan. Tak sampai disana. Mereka juga
mengancam akan mengerahkan massa yang lebih besar untuk pencairan upah.
Ditanya tentang besaran upah yang harusnya dibayarkan,
Ketua DPW APBMI (Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia) Sumbar, Afiatna
mengatakan nilainya nyaris mendekati Rp1 Miliar, dengan rincian, Rp300 juta
dari terminal peti kemas dan Rp600 jutaan dari terminal CPO.
Terkait dengan tuntutan buruh tadi, GM Pelindo II Teluk
Bayur, Dalsaf Usman mengaku kondisi ini bukan tanpa sebab. Katanya, upah
atau tarif bongkar muat yang diminta para buruh itu sebenarnya, tidak bisa
dibayarkan, terkait temuan BPKP Sumbar.
“Semua berangkat dari temuan BPKP yang menemukan pengeluaran
yang tidak wajar bagi TKBM yang nilainya mencapai Rp 220 jutaan,” ujar Dalsaf.
“Beranjak dari dasar itulah, Pelindo menghentikan
pembayaran upah. Pada November 2012, BPKP masuk ke sini mengaudit semua
kegiatan kerjasama Pelindo di pelabuhan ini. Salah satunya adalah
kegiatan bongkar muat di terminal CPO,” kata Dalsaf
Katanya, BPKP memberikan lampu hijau pembayaran upah
buruh, jika pekerjaan dilakukan para tenaga kerja bongkar muat di
pelabuhan. Dalam temuannya, BPKP meminta Pelindo untuk menghentikan
pembayaran upah pekerja karena yang melakukan pekerjaan bukanlah para
pekerja di pelabuhan, tapi Pelindo.
Sebelumnya, kata Dalsaf, upah tersebut pernah dibayarkan
Pelindo sejak 2002 hingga 2007 lalu, dan tidak ada masalah. “Namun setelah
adanya aturan baru, terlebih sejak 18 Maret lalu, karena Teluk Bayur sudah
menjadi terminal peti kemas, maka sharing 20 persen dari nilai tarif
yang dibayarkan pemilik barang kepada perusahaan bongkar muat (Pelindo, red),
tidak bisa lagi dibayarkan, karena tidak lagi menggunakan tenaga buruh,” ulas
Dalsaf.
Tidak cuma itu, kata Dalsaf, penghentian pemberian sharing
tarif juga akan diberlakukan di terminal CPO pada 1 Juni juga. Dasar penghentiannya
yakni Keputusan Menteri Perhubungan Nomor.35/2007 tentang Pedoman Penghitungan
tarif bongkar muat barang dari dan kapal di pelabuhan termasuk juga menyangkut
pipanisasi CPO.
Tapi mengingat desakan para buruh itu, sebutnya lagi,
Pelindo Teluk Bayur bersedia membayar kan upah yang dituntut buruh tersebut
dalam waktu dekat ini. “Tapi setelah 1 Juni nanti, sharing dari upah
di terminal Peti Kemas dan terminal CPO itu, tidak akan kami membayar
lagi,”tegas Dalsaf.
src / haluan