.

Flying Duck, Eee "Pacu Itiak"

Ditulih Unknown pado hari Senin, 01 Oktober 2012 | 22.33



Singgalang | Matahari bersinar dengan garangnya, ada sedikit awan bergumpal di langit, seperti terpisah dari kelompoknya yang hilang entah kemana. Langit biru jernih seperti lukisan di ruang tamu rumah pejabat tinggi.

Di sepanjang jalan terpasang berbagai umbul-umbul serta bendera beraneka warna dari berbagai gelanggang di Limapuluh Kota dan Payakumbuh. Saat itu di daerah Tanjuang Haro, kecamatan Luak, tengah diadakan alek anak nagari yang sudah dilaksanakan secara turun temurun. Alek anak nagari tersebut bernama pacu itiak (balap bebek/flying duck).

Beberapa ekor itiak terbang seperti hendak menusuk langit. Namun tidak. Itiak itu terbang tak terlalu tinggi, namun memukau. Mana pula ada di daerah lain, itiak bisa terbang jauh, tapi di Payakumbuh dan Limapuluh Kota, bisa.

Pacu itiak merupakan alek anak nagari yang sudah mendarah daging bagi masyarakat di Limapuluh Kota dan Payakumbuh. Kalau alek pacu itiak tak digelar, seperti ada yang kurang dalam kehidupan masyarakat.
“Iko yo sabana tradisi di nagari ko, kalau indak ado pacu itiak ko, saraso ado yang ilang,” ujar Bujang, salah seorang pecandu pacu itiak pada Singgalang, Minggu (30/9).

Memang, bagi sebagian nagari yang ada di Limapuluh Kota bagian selatan, kebanyakan masyarakatnya adalah memelihara itiak (peternak itik). Mereka melatih itiak untuk dapat terbang bukan hal yang asing lagi, karena sehari-hari mereka sudah bergelut dengan hal itu.

Keberadaan atraksi tradisional pacu itiak memang sudah dimulai sejak lama di Luak Nan Bungsu. Itu terbukti dari pagelaran acara yang sudah dimulai sejak 1928. Di era 60-an kegiatan tersebut sempat terhenti karena terjadi pergolakan di dalam negeri. Namun demikian, 1962 alek itu kembali digelar di nagari-nagari. Sampai sekarang masih tetap dipertahankan di Kota Payakumbuh dan Limapuluh Kota.

Saat ini terdapat 12 gelanggang yang rutin melakukan kagiatan pacu itiak. Di Payakumbuh, terutama masyarakat Nagari Aur Kuniang, Sicincin Mudiak, Balai Panjang, Ampangan serta Bodi Air Tabit adalah daerah yang rutin melaksanakan kegiatan tersebut, bahkan sudah masuk kalender pariwisata daerah Payakumbuh. Sedangkan di Limapuluh Kota, di antaranya di kenagarian Sikabu Kabu, Tanjuang Haro, serta Taram dan Kecamatan Harau.

Ketua Persatuan Olahraga Terbang Itik (Porti) Payakumbuh dan Limapuluh Kota YB. Dt. Parmato Alam, mengatakan, ajang pacu itiak ini merupakan satu-satunya di Indonesia, atau mungkin juga di dunia. “Kami rasa di Indonesia maupun di dunia hanya ada satu ajang ini, yaitu di Luak Limopuluah ini. Jadi sangat banyak yang penasaran dengan acara ini sehingga ikut menonton, seperti dari daerah tetangga, Batu Sangkar dan Agam. Bahkan bule pun sering ikut menonton. Beberapa kegiatan sebelumnya, sejumlah fotografer dari berbagai daerah di Sumbar ikut mengabadikan momen pacu itiak ini,” ujar pak Datuak.

Menurut Dt. Parmato Alam, awalnya ajang ini bukan dipertandingkan di jalanan, tapi di tengah sawah. Tapi karena peserta yang banyak dan berasal dari 12 gelanggang yang ada, jadi tidak memungkinkan lagi dilaksankan di sawah. Untuk itu dicoba mengalihkan ke jalanan. Hal lain yang membuat pacu itiak ini unik adalah itiak yang digunakan bukanlah sembarang itiak, tapi pilihan. Karena tidak semua itiak dapat terbang. Untuk kategori ini, itiak yang dipilih harus mempunyai warna kaki dan paruh yang sama serta mempunyai bulu yang tebal seperti bulu elang.

“Sedangkan untuk kelas yang akan diperlombakan juga ada. Seperti kelas 800, 1.000, 1.200, 1.400, 1.600 dan boko atau kelas istimewa. Tiap-tiap kelas disediakan hadiah dan tabanas dari para sponsor. Yang lebih menarik lagi kegiatan ini bukan hanya sebagai lomba saja, tapi juga untuk ajang gengsi bagi pemilik itiak yang berpacu dan juga gelanggang yang mengusungnya. Karena setiap itiak yang menang akan menambah tinggi harga jualnya,” katanya.

Hal tersebut juga dibenarkan oleh salah seorang pemilik itiak yang menyertakan itiaknya berpacu sore kemarin. “Pacu itiak ini hanya sebagai hobi saja, tapi juga bisa untung karena kalau itiak kita bisa menang, apalagi sering jadi juara harganya bisa melambung tinggi. Yang dulu harganya hanya berkisar Rp35 ribu sampai Rp75 ribu, kalau juara bisa dihargai orang diatas Rp1,5 juta,” ujar Een, yang itiaknya juara sore itu.
Alek pacu itiak untuk tahun ini sudah dimulai sejak 15 September lalu dan akan berakhir pada 9 Desember mendatang. Pelaksanaannya digilir dalam 12 gelanggang yang ada, setiap hari Sabtu dan Minggu.
Share this article :
Komentar
0 Komentar

0 komentar :

Posting Komentar

.