Tabuik sebagai salah satu seni
tradisional dan permainan anak nagari yang sudah merupakan core event
pariwisata nasional yang dilaksanakan setiap tahun pada awal bulan Muharram.
Banyak wisatawan yang datang menyaksikan acara ritual /budaya ini, bahkan dari
negara tetangga seperti Malaysia, Singapore dan Brunei Darussalam. Selama
sepuluh hari prosesi pembuatan tabuik sampai acara puncaknya pada tanggal 10
Muharram, banyak kreativitas anak nagari ditampilkan seperti indang, dabuih,
gamad, qasidah, silat, festival lagu Minang, dan lain-lain.
Seluk
Beluk Tradisi ‘Tabuik’
Dari
berbagai tradisi di Indonesia untuk menyambut bulan Muharam yang sangat unik
ialah tradisi ‘tabuik’. Perayaan ‘tabuik’ merupakan perayaan yang sangat berbeda
bila dibandingkan dengan perayaan lainnya yang ada di Indonesia. Perayaan
‘tabuik’ merupakan budaya yang berasal dari daerah barat pulau Sumatera, yaitu
daerah Minangkabau.
Untuk
asal – muasal perayaan ‘tabuik’ diyakini tradisi ini dibawa oleh sekolompok
suatu bangsa yang ada di Timur Tengah. Kelompok ini menganut aliran syi’ah
Jafari. Dan diselidiki kelompok ini merupakan bangsa Cipei yang ada di sekitar
dataran India. Mereka adalah serdadu Inggris, yaitu pasukan Islam Thamil, yang
datang ke Bengkulu. Saat itu Bengkulu sedang diambil alih oleh Inggris dari
tangan Belanda. Setiap tahunnya pada bulan Muharam orang – orang Cipei ini
memperingati tragedi peristiwa Karbala dengan cara mereka.
Lama
– kelamaan peringatan ini diikuti oleh masyarakat Bengkulu. Dengan berjalanya
waktu peringatan ini meluas hingga sampai di Padang, Painan, Maninjau, Banda
Aceh, Mealuboh, dan Pariaman. Dalam perkembangannya, peringatan tersebut hilang
satu – persatu dari daerah – daerah tersebut. Akhirnya peringatan tersebut tinggallah
di Pariaman saja. Di Pariaman peringatan tersebut bernama ‘tabuit’ yang sudah
berbeda dengan peringatan yang dibawa oleh bangsa Cipei.
Istilah
‘tabuik’ sebenarnya bukan kata yang berasal dari Minang. Kata ‘tabuik’
merupakan serapan dari bahasa Arab. Asal mula kata ‘tabuik’ adalah tabut. Tabut
sendiri memiliki arti kotak atau peti kayu
Waktu dan Tempat Pelaksanaan ‘Tabuik’
Perayaan
‘tabuik’ ini hanya dilaksanakan di Kota Pariaman yang berada di pesisir pantai
Sumatera Barat. Perayaaan ini diselanggarakan dari pusat Kota Pariaman hingga
Pantai Gandoriah.
Perayaan
‘tabuik’ digelar hanya pada bulan Muharam saja. Perayaan ini berlangsung selama
10 hari lamanya. Dimulai dari pagi 1 Muharam hingga malam 10 Muharam dengan
rentetan acara yang sudah menjadi tradisi ‘anak nagari’.
Perayaan
‘tabuik’ ini diikuti oleh hampir seluruh lapisan masyarakat Pariaman.
Susunan Acara pada ‘Tabuik’
Dari
sepuluh hari itu, di setiap harinya terdapat acara yang sangat sakral. Dimulai
dari pembuatan ‘tabuik’ yang berbentuk seperti keranda dan bouraq hingga proses
pelepasan ‘tabuik’ ke pantai.
Dalam
perayaan ‘tabuik’ terbagi menjadi dua perayaan yaitu ‘tabuik’ pasa (balai) dan
‘tabuik’ subarang. Pasa (balai) ialah daerah utama di Pariaman, yang dimana
menjadi pusat kota. Subarang merupakan daerah Pariaman yang berada di samping
Pasa (balai). Kedua bagian kota ini terpisah oleh sungai yang membelah
Pariaman. Berikut pembagian urutan acara perayaan ‘tabuik’ ini:
1.Upacara
‘Mambue Daraga’
‘Daraga’
adalah sebuah rumah yang dibuat khusus untuk mempersiapkan ‘tabuik’. Rumah ini
terbuat dari bahan – bahan yang tradisional seperti bambu dan tambang. Biasanya
‘daraga’ dibuat tiga hari sebelum memasuki bulan muharam. Masyarakat Pariaman
membuat dua ‘daraga’, yaitu ‘daraga’ pasa (balai) dan ‘daraga’ subarang.
‘Daraga’
akan terlihat seperti benteng yang berbentuk segi empat. Ukuran ‘daraga’ lima
kali lima meter. ‘Daraga’ akan dikelilingi oleh kain putih.
2.Upacara
‘Maambiak Tanah’
Prosesi
ini biasanya dilaksanakan oleh seorang laki – laki yang berasal dari keluarga
pengurus ‘tabuik’. Sang pengambil tanah ini memakai kain putih.
Kain putih ini berarti kejujuran dari kepemimpinan Husein. Prosesi ini
dilakukan pada sore hari tanggal 1 Muharam.
Dalam
prosesi ini terbagi kedalam dua kelompok, yaitu kelompok ‘tabuik’ Pasa (balai)
dan kelompok ‘tabuik’ Subarang. Prosesi ini akan diiringi aloh arak – arakan
yang ditemani dengan dentuman gandang tasa.
Prosesi
ini dilakukan dengan mengambil segumpal tanah dari dasar sungai. Pengambilan
tanahnya harus di anak sungai yang berbeda dan berlawan arah antara kelompok
Pasa (balai) dan kelompok Subarang. Pangambilan tanah ini bukanlah hanya
mengambil tanah saja. Tetapi ini merupakan simbol dari pengambilan jasad Hasan
– Husein yang mati syahid.
Tanah
yang telah diambil tersebut lalu dibungkus dengan kain putih yang bersih. Hal
tersebut seolah – seolah seperti mengafani jasad dari Hasan – Husein.
Selanjutnya
tanah tersebut diletakkan dalam sebuah periuk yang indah. Periuk yang telah
berisikan tanah tadi dibungkus kembali dengan kain putih yang bersih. Setelah
itu disimpan di ‘daraga’.
3.Upacara
‘Manabang Batang Pisang’
Prosesi
ini dilakukan pada tanggal 5 Muharam. Pada tengah malam orang – orang kampung
akan pergi ke hutan beramai- ramai. Mereka akan mencari pohon pisang, yang
kemudian ditebas.
Dalam
prosesi ini batang pohon pisang harus terpotong dalam satu tebasan. Yang
menebas batang pisang haruslah laki – laki yang menggunakan semacam baju silat.
Untuk menebasnya, biasanya penebas menggunakan pedang yang sudah diasah agar
tajam setajam – tajamnya.
Kemudian
batang pisang tersebut dibawa ke ‘deraga’. Sesampainya di ‘deraga’ ditanamkan
dekat dengan pusara.
Prosesi
ini melambangkan apa yang dilakukan oleh musuh – musuh Allah terhadap Hasan –
Husein.
4.Upacara
‘Maatam Panja’
Prosesi
ini dilakukan pada tanggal 7 Muharam oleh penghuni ‘daraga’. ‘Maatam panja’ ini
dilakukan setelah shalat Dzuhur.
Prosesi
ini dilakukan dengan cara mengitari ‘daraga’ sambil membawa peralatan untuk
‘tabuik’ seperti panja (jari), pedang, dan sorban. Mereka mengelilingi ‘daraga’
sambil menangis terisak – isak.
Prosesi
ini merupakan tanda kesedihan mereka yang mendalam atas syahidnya Hasan –
Husein.
5.Upacara
‘Maarak Panja’
Prosesi
ini dilakukan pada tanggal 7 Muharam, hari yang sama dengan upacara ‘maatam
panja’.
Panja
merupakan sebuah kubah yang terbuat dari kertas kaca dan bingkai bambu. Kertas
ini di gambari dengan tangan dengan jari – jari yang putus. Di dalam panja
diberikan lilin.
Panja
akan diarak keliling kampung. Kelompok ini akan memperlihatkan kepada seluruh
masyarakat bagaimana kesedihan mereka. Dan ini meruapakan perlambangan bahwa
jari – jari Hasan – Husein telah dipotong oleh musuh. Mereka akan menceritakan
bagaiman kezaliman sang penguasa, Yazid bin Muawiyah, terhadap Hasan – Husein.
Mereka
keliling kampung dengan diiringi oleh gandang tasa dan ‘tabuik lenong’. ‘Tabuik
lenong’ adalah sebuah miniatur ‘tabuik’ yang diletakkan diatas kepala seorang
pria.
6.Upacara
‘Maarak Sorban’
Prosesi
ini dilakukan pada keesokan harinya, yaitu tanggal 8 Muharam. Prosesi ini tidak
jauh beda dengan prosesi yang sebelumnya, ‘maarak panja’.
Rombongan
akan keliling kampung. Memperlihatkan bagaimana kejamnya perlakuan penguasa
saat itu, Yazid bin Muawiyah, kepada cucu nabinya sendiri, Hasan – Husein.
Diiringi dengan tabuhan gandang tasa dan diikuti oleh pria yang mengenakan
‘tabuik lenong’.
Prosesi
ini melambangkan bahwa kepala dari Hasan – Husein telah dipenggal bak hewan.
7.Upacara
‘Tabuik Naik Pangke’
Prosesi
ini berada di hari utama yaitu tanggal 10 Muharam. ‘Tabuik naik pangke’
dilaksanakan pada pagi hari.
Pada
pagi hari ‘tabuik’ dari kedua wilayah, Pasa (balai) dan Subarang, akan
dikeluarkan dari rumahnya.
Kedua
‘tabuik’ itu akan diarak hingga bertemu. Setelah bertemu tabuik pun akan
dipasangkan menjadi satu kesatuan ‘tabuik’ yang utuh.
8.Upacara
‘Hoyak Tabuik’
Prosesi
ini merupakan yang paling meriah. ‘Tabuik’ diarak oleh rombongan ke Pantai
Gandoriah untuk dihanyutkan. Sudah menjadi kepercayaan sisa – sisa dari
‘tabuik’ dapat menjadi jimat agar larisnya dagangan. Oleh sebab itu, ‘tabuik’
langsung diserbu oleh warga.